Tuesday, September 9, 2008

Nasib N2130 Kian Menggantung

Nasib rancang bangun twinjet transonik N2130 karya seratus insinyur IPTN kian menggantung menyusul kekalahan kabinet Presiden BJ Habibie dalam pertarungan politik di Gedung MPR, 20 Oktober silam. Meski bukan kesimpulan final, terjadinya kesimpangsiuran ini setidaknya diakui Departemen Perindustrian dan Perdagangan, selaku pihak yang diserahi tugas dari Pemerintah untuk segala hal menyangkut kebijakan masa depan pesawat tersebut.

Ini adalah perkembangan yang tak terduga mengingat sebelumnya, yakni pada 29 September 1999, pemerintah RI (dalam hal ini Presiden BJ Habibie) nampak masih optimis ketika menerima limpahan Hak Atas Kekayaan Intelektual N2130 menyusul pembubaran PT Dua Satu Tiga Puluh yang telah dilakukan pada 15 Desember 1998.




"Kami sendiri bingung. Pak Rahardi Ramelan sudah jarang ke kantor karena banyaknya acara kenegaraan. Terlebih dari itu kita pun tak tahu siapa yang akan duduk dalam kabinet mendatang," ujar seorang staf Humas Departemen Perindustrian dan Perdagangan kepada Angkasa, 21 Oktober silam. Penuturan ini mengesankan bahwa jika kabinet Abdurrahman Wahid tak berminat dengan N2130, praktis akan tamatlah riwayat proyek prestis ini.




Meputusan penyerahan yang diambil pemerintahan BJ Habibie atas rancang-bangun N2130 sebenarnya 'tidak terlalu berlebihan'. Selain karena secara administratif memang Memperindag lebih pas, di lain pihak Rahardi Ramelan tak lain adalah orang dekat BJ Habibie yang diam-diam telah lama ikut mempersiapkan, membidani, serta memberi dukungan terhadap proyek DSTP.

Demikianlah, optimisme IPTN untuk membangun secara mandiri jet komersial kapasitas 80-130 kursi yang sempat meletup-letup sekitar 1995 itu akhirnya kandas sudah. Hal ini dipertegas dengan perkembangan pada 29 September 1999 dimana PT DSTP yang diawaki Saadilah Mursjid (mantan Sekretaris Kabinet) sebagai Dirut, Sudharmono (mantan Wapres RI) sebagai Komisaris, dan sejumlah pejabat dan mantan pejabat lain resmi mengakhiri pergulatannya.

Pada hari itu bertempat di Gedung Granadi, Jakarta, sebagai kelanjutan keputusan likuidasi yang telah dijatuhkan pada tanggal 15 Desember 1998, pihak likuidator persisnya menutup Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa bagi PT DSTP untuk yang terakhir kalinya dengan tiga keputusan. Pertama, adalah melimpahkan HAKI N2130 kepada negara Republik Indonesia. Kedua, mengesahkan Laporan Pertanggungjawaban Likuidator. Dan, ketiga, menyelesaikan masalah pelunasan dan serta pelepasan tanggung-jawab kepada likuidator.

Sesuai keputusan, HAKI N2130 selanjutnya diserahkan kepada negara cq. Presiden RI dimana dalam pengarahannya ditunjuk Menteri Perindustrian dan Perdagangan sebagai lembaga negara yang menerima dan mengelola. HAKI dimaksud adalah berupa rancang-bangun pesawat (preliminary design) N2130, yang belum sempat direalisasikan menjadi pesawat.

70 juta dollar

Preliminary-design sendiri ibarat rancang-bangun rumah mewah yang memiliki nilai jual tertentu meski hanya sebatas data di atas kertas. Seperti pernah dikatakan Dr Ilham A. Habibie, Kepala Divisi IPTN untuk N2130, preliminary design adalah salah satu tahap dalam pembuatan pesawat terbang yang telah menyuguhkan data yang cukup mengenai si pesawat.

"Data tersebut adalah hasil analisis teknis berdasarkan bukti perhitungan teoretis dan eksperimental. Dengan data seperti ini sebuah perusahaan pesawat terbang telah mampu menyakinkan para calon pembelinya hingga 95 persen confidence-reference," tutur Ilham, putra sulung BJ Habibie itu. IPTN sendiri pernah berniat mencari mitra di luar negeri untuk merealisasikan N2130 dengan sistem bagi hasil, namun sampai sejauh mana kelanjutannya masih juga gelap.

Menurut catatan Angkasa, untuk menghasilkan rancang-bangun N2130 ini IPTN telah mengeluarkan tenaga, pikiran, dan uang yang tak kecil. Untuk ini telah dikeluarkan dana lebih dari 70 juta dollar AS. Uniknya, sesuai keputusan RUPSLB 15 Desember 1998, dana bagi ini selanjutnya dianggap 'sunk-cost'.

Adapun menyusul pembubaran DSTP, seluruh kekayaan perseroan selanjutnya diaudit dimana hasil disampaikan kepada Bapepam tanggal 22 April 1999 dan diumumkan lewat media massa. Pembayaran hasil likuidasi kepada para pemegang sahamnya sendiri kemudian dilakukan bertahap mulai 9 Agustus hingga 15 Oktober 1999.
Peminat kedirgantaraan di Tanah Air tak pernah bisa melupakan hingar-bingar N2130 yang diumumkan langsung Presiden Soeharto pada 10 November 1995 di hanggar IPTN, Bandung. Ketika itu, bertepatan dengan terbang perdana N250, Soeharto mengajak rakyat Indonesia untuk menjadikan proyek N2130 sebagai proyek nasional. N2130 yang diperkirakan akan menelan dana dua milyar dollar itu, tandasnya, akan dibuat secara gotong-royong melalui penjualan dua juta lembar saham dengan harga pecahan 1.000 dollar. Harus diakui, pro-kontra dan sejumlah penyimpangan pun selanjutnya membayangi proyek yang telah diumumkan Dirut IPTN (ketika itu) BJ Habibie di luar negeri sejak 1991 itu.
Namun malang tak dapat ditolak. Akibat rapuhnya fondasi, PT DSTP segera limbung saat badai krismon pada1997. Setahun kemudian akibat adanya ketidakstabilan politik dan penyimpangan pendanaan, mayoritas pemegang saham langsung meradang dan meminta PT DSTP untuk melikuidasi diri. Sayonara N2130.
Sumber: ANGKASA N0.2 NOVEMBER 1999 TAHUN X

No comments: